Tampilkan postingan dengan label kesehatan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label kesehatan. Tampilkan semua postingan

Mengapa Baju Operasi Dokter Warna Hijau ?












Umumnya dokter memakai baju putih sebagai lambang kebersihan. Kecuali saat harus mengoperasi pasien, mereka memakai seragam warna hijau atau biru. Mengapa demikian?

Menurut Today's Surgical Nurse tahun 1998, penggunaan warna ini ini kemungkinan bermula di awal abad 20, dengan tujuan membantu penglihatan dokter operasi.

Warna hijau membantu para dokter untuk melihat dengan lebih baik karena dua alasan. Pertama, melihat warna biru atau hijau dapat menyegarkan penglihatan dokter dari hal-hal yang berwarna merah, seperti organ dalam dan darah pasien selama operasi. Karena, otak menafsirkan warna secara relatif terhadap warna yang lain.

Jika seorang ahli bedah menatap pada sesuatu yang berwarna merah atau merah muda, ia akan menjadi terbiasa dengan warna tersebut sehingga penglihatannya terganggu. Sinyal merah di otak akan memudar, yang bisa menyulitkan dokter melihat organ dan jaringan tubuh manusia. Sedangkan, jika dokter melihat sesuatu yang berwarna hijau dari waktu ke waktu, ia dapat membuat matanya lebih sensitif terhadap variasi dalam warna merah.

Kedua, karena penglihatan dokter terus menerus terfokus terhadap organ dalam pasien yang berwarna merah, warna merah ini dapat menyebabkan ilusi optik berwarna hijau di permukaan yang putih dan tentu dapat mengganggu.

Ilusi optik ini muncul jika dokter menggeser tatapannya dari jaringan tubuh yang berwarna kemerahan pada sesuatu yang putih. Ilusi optik berwarna hijau dari organ bagian dalam pasien akan muncul pada latar belakang putih tersebut.

Ilusi optik ini terjadi karena putih memiliki semua spektrum warna, termasuk hijau dan merah. Namun, jika dokter melihat pakaian yang berwarna hijau atau biru, dan bukannya putih, ilusi yang mengganggu ini akan berbaur tepat dengan warna pakaian dan tidak akan menjadi gangguan. Pendapat ini didukung oleh Paola Bressan, peneliti ilusi mata dari University of Padova, Italia.
Tahukah tentang bahaya setelah makan langsung tidur?

Tahukah tentang bahaya setelah makan langsung tidur?

Pasti sudah tidak asing lagi mendengar kata seperti "jangan tidur kalau abis makan" tidak lebih seperti itu. Apakah kalian tau akibat dari hal tersebut "Bahaya setelah makan langsung tidur" ?. Ada yang mengatakan bisa meyebabkan gemuk bahkan dada akan terasa panas. Dikira itu adalah cuman mitos, ternyata sudah ada pembuktian dengan sains. Dengan demikian berikut adalah bahaya setelah makan, tidur.

Terasa panas di dada
Pada saat posisi tubuh beristirahat maupun tidur, dalam sistem seperti pencernaan ternyata terjadi proses kerja yang lebih keras. Dengan setelah makan anda tidur maka akan menyebabkan kadar asam pada lambung dan menimbulkan sakit maag. Dan kadang-kadang malah menyebabkan terasa panas pada di dada, perut, bahkan tenggorokan.

Tersara terbakar pada tenggorokan
Terjadinya refluks asam saat tidak menutupnya katup pada anatar kerongkongan dan perut yang menyebabakan anda akan merasakan panas pada tenggorokan anda. Dengan hal ini menyebabkan asama lambung akan menjalar pada tenggorokan dan hal ini pun yang membuat terasa panas pada tenggorokan.

Lemak akan bertambah (gemuk)
Dengan anda makan dengan larut, akan menyebabkan dengan pernumpukan lemak yang berlebih. Jadi saat anda merasakan kelaparan pada tengah malam. Cobalah untuk mengkonsumsi cemilan seperti salad, buah yang tentu sudah disarankan dibandingkan dengan pizza, mie, atau pun nasi.

Terkena stroke
Dari sebuah hasil penelitian yang dilakukan pada Unibersity od Ioannina di Yunano, menunjukan bahwa perilaku setelah makan langsung tidur akan menimbulkan akibat anda akan mengalami stroke. Dalam melakukan hasil survey melibatkan 500 responden orang yang sehat, dan memperoleh hasil bahwa orang yang mempunyai jeda lama dalam makan dan tidur akan mempunyai resiko stroke dan itu yang terendah jeda waktunya.

Dengan begitu anda dapat mengatur waktu anda untuk tidak tidur setelah anda makan, waktu yang tepat dalam mengatur jarak antara makan dan tidur ialah dengan waktu 2 jam dalam sela tidur dan makan. Jadi hindarilah untuk tidur setelah makan yang dapat membuat anda mendapatkan resiko seperti di atas yang sudah dijelaskan
Kebiasaan Penyebab Diabetes Milletus

Kebiasaan Penyebab Diabetes Milletus


1.     Teh manis
Tingginya asupan gula menyebabkan kadar gula darah melonjak tinggi. Belum risiko kelebihan kalori. Segelas teh manis kira-kira mengandung 250-300 kalori (tergantung kepekatan). Kebutuhan kalori wanita dewasa rata-rata adalah 1.900 kalori per hari (tergantung aktivitas). Dari teh manis saja kita sudah dapat 1.000-1.200 kalori. Belum ditambah tiga kali makan nasi beserta lauk pauk. Patut diduga kalau setiap hari kita kelebihan kalori. Ujungnya: obesitas dan diabetes.
Sebaiknya :  Air putih, teh tanpa gula, atau batasi konsumsi gula tidak lebih dari dua sendok teh sehari.

2.    Gorengan
 

 Karena bentuknya kecil, satu gorengan tidak cukup buat kita. Padahal gorengan adalah salah satu faktor risiko tinggi pemicu penyakit degeneratif, seperti kardiovaskular, diabetes melitus, dan stroke. Penyebab utama penyakit kardiovaskular (PKV) adalah adanya penyumbatan pembuluh darah koroner, dengan salah satu faktor risiko utamanya adalah dislipidemia. Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan peningkatan kadar kolesterol total, LDL (kolesterol jahat) dan trigliserida, serta penurunan kadar HDL (kolesterol baik) dalam darah. Meningkatnya proporsi dislipidemia di masyarakat disebabkan kebiasaan mengonsumsi berbagai makanan rendah serat dan tinggi lemak, termasuk gorengan.

3.    Suka ngemil
 


Kita mengira dengan membatasi makan siang atau malam bisa menghindarkan diri dari obesitas dan diabetes. Karena belum kenyang, perut diisi dengan sepotong atau dua potong camilan seperti biskuit dan keripik kentang. Padahal, biskuit, keripik kentang, dan kue-kue manis lainnya mengandung hidrat arang tinggi tanpa kandungan serta pangan yang memadai. Semua makanan itu digolongkan dalam makanan dengan glikemik indeks tinggi. Sementara itu, gula dan tepung yang terkandung di dalamnya mempunyai peranan dalam menaikkan kadar gula dalam darah.

4.    Malas beraktivitas fisik
 
Badan Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan, kasus diabetes di negara-negara Asia akan naik hingga 90 persen dalam 20 tahun ke depan. “Dalam 10 tahun belakangan, jumlah penderita diabetes di Hanoi, Vietnam, berlipat ganda. Sebabnya? Di kota ini, masyarakatnya lebih memilih naik motor dibanding bersepeda,” kata Dr Gauden Galea, Penasihat WHO untuk Penyakit Tidak Menular di Kawasan Pasifik Barat.
Kesimpulannya, mereka yang sedikit aktivitas fisik memiliki risiko obesitas lebih tinggi dibanding mereka yang rajin bersepeda, jalan kaki, atau aktivitas lainnya.


5.    Sering stres
 

Stres sama seperti banjir, harus dialirkan agar tidak terjadi banjir besar. Saat stres datang, tubuh akan meningkatkan produksi hormon epinephrine dan kortisol supaya gula darah naik dan ada cadangan energi untuk beraktivitas. Tubuh kita memang dirancang sedemikian rupa untuk maksud yang baik. Namun, kalau gula darah terus dipicu tinggi karena stres berkepanjangan tanpa jalan keluar, sama saja dengan bunuh diri pelan-pelan.

6.    Kecanduan rokok
Sebuah penelitian di Amerika yang melibatkan 4.572 relawan pria dan wanita menemukan bahwa risiko perokok aktif terhadap diabetes naik sebesar 22 persen. Disebutkan pula bahwa naiknya risiko tidak cuma disebabkan oleh rokok, tetapi kombinasi berbagai gaya hidup tidak sehat, seperti pola makan dan olahraga.